2014/02/04

She's Mine (Part 2)

By: Khafa_Fathimah di 06.14
“Oke anak-anak, di tangan ibu sudah ada hasil mid test minggu lalu. Ibu harap, menjelang ulangan semesteran ini, nilai-nilai yang masih di bawah standar bisa diperbaiki lagi. Melihat nilai kalian itu bagaikan berada di ujung jurang. Tapi untunglah beberapa orang bisa sedikit menjauhkan Ibu dari jurang itu.”
“Titania Larissa, Revalino Sebastian, terima kasih sudah menyelamatkan ibu dari jurang itu. Nilai kalian sempurna.”
Tidak diragukan lagi untuk diriku. Bukannya sombong, tapi satu lagi yang harus orang lain ketahui tentang diriku.  Aku selalu bertanya-tanya kapan sifat-sifat burukku itu akan hilang, tapi sampai sekarang tidak juga berbeda. Maafkanlah aku, Ya Tuhan.
Titan, seseorang yang disandingkan namanya denganku? Seseorang yang tidak bisa kutebak ini benar-benar membuatku hampir gila. Kegilaan yang memuncak.
“Hei Titan. Tak kusangka kita berada di tingkat yang sama.”
“Tingkat? Bisa ditebak lo itu gimana?”
“Gimana?”
“Punya otak, kan?”
“Ya, ya, sedikit sombong,” dia memandangku dengan sinis untuk pertama kalinya,”Oke, sangat pede.”
“Aku punya sedikit tawaran.””gimana kalau kita bikin sebuah permainan. Siapa yang kalah harus menuruti kemauan pemenangnya.”
“Sombong.”
“oke, kamu bebas bilang aku apa aja. Tapi, terima dulu tawaranku. Atau jangan-jangan kamu itu takut ya? 
“gue Cuma takut sama Tuhan,”Katanya sambil menatapku. Tatapan yang yakin membuatku tercengang apalagi saat dia menyebut Tuhan.
“Oke, berarti kita deal dong,” kataku sambil menyodorkan tangan yang pada akhirnya tidak disentuhnya sama sekali.
Sebuah perjanjian kami buat. Siapa yang bisa mendapatkan peringkat satu untuk semesteran nanti akan menjadi pemenang dalam permainan kali ini. kami tidak ingin menamakannya taruhan, tapi sebuah permainan. Terutama, permainan untuk meluluhkan hati wanita ini. buatku itulah hal terpenting. Permainan yang akan mengikat kami, permainan yang kuharap bisa sedikit membuka hatinya.
Hari ini mungkin menjadi hari yang sama sekali tidak ingin kulewatkan kalau aku tahu apa yang akan terjadi. Sepulang sekolah saat hampir tidak ada kehidupan di tempat ini, aku mendengar suara musik yang cukup keras dari studio tari. Sekali lagi takdir, takdir yang membawaku jauh dari kebiasaanku untuk pulang segera. Tepat saat aku berada di studio music karena harus mengambil dompet tanpa uangku yang tertinggal. Eits, bukan berarti tidak berharga. Sebenarnya aku hampir sampai di rumah saat aku ingat dompetku tertinggal di sana. Bagaimana aku bisa masuk kalau passing card ku tidak ada. Apartemen yang canggih, secanggih dia yang membuatku harus ke sekolah lagi hanya karena ketinggalan dompet tanpa uang yang bisa kuambil kapanpun.
Tak ada yang kusesali saat aku hampir mati kekesalan. Seorang diri dia menari dengan indah diiringi music yang kukenal. Music dari Exo-Growl yang sedang buming saat ini. saat ini pun aku sedang berlatih tarian itu. Dia mungkin terlalu senang sampai-sampai dia tidak menyadari kehadiranku. Tapi, syukurlah. Beginikah orang yang saat itu hanya berdiri memejamkan mata saat dia disuruh untuk menari. Apakah ini orang yang sama yang kulihat selama ini? lepas tersenyum tanpa beban apapun?
Musik berhenti, tariannya berhenti, saatnya dia menyadari kehadiranku. Wajahnya tanpa ekspresi saat melihatku berdiri di depan pintu studio itu. Tapi aku tahu dia sangat terkejut dengan kehadiranku karena dia sempat terpaku beberapa saat melihatku.
“Kau… Sangat indah.” Hanya itu yang bisa kuucapkan saat aku berpapasan dengannya. Dia pergi. Tapi aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat aku melihatnya atau saat aku mengucapkan kata-kata itu.
Beberapa saat aku bergelut dengan pemikiran mencoba menebak apa yang mungkin dia rasakan sampai tiba-tiba ayahku menelepon. Dia menyuruhku untuk datang ke rumah sakit. Rumah sakit yang cukup jauh untuk pejalan kaki sepertiku. Teganya dia menyuruhku ke sana sementara dia tahu, dia belum memberiku uang bulanan. Sampai di ruangannya, aku masih harus menunggu karena dia masih ada pasien. Di balik nasib baik hari ini, nasibku ternyata tidak benar-benar buruk, tapi sangat buruk. Perutku terus meminta untuk diberi makan, sampai itu terbuka. Aku yang tidak sabar ingin masuk tidak sengaja menabrak pasien itu. Pasien yang tidak pernah kuduga.
“Maaf,” kataku sambil mencoba menangkap raut wajah orang itu,”titan?” aku mencoba membungkuk mengambilkan barangnya yang terjatuh. Aku tidak pernah mengira bahwa aku akan melihat obat itu lagi bersama orang yang kusayang.
“Ini.. milikmu?” tidak sedikitpun kudengar jawabannya dia malah pergi meninggalkanku dengan terburu-buru. Aku mencoba meminta penjelasan dari ayahku tapi hanya kata-kata yang tidak kuharapkan dari dirinya.
“Jagalah dia.”
Aku berlari mencoba meraih jejaknya. Tak ada yang pasti apa yang akan terjadi dengannya kalau aku meninggalkannya sendirian. Aku tidak pernah curiga saat aku melihatnya mimisan bahkan sampai pingsan karena aku tidak pernah ingin sesuatu yang buruk.
Beruntung, aku masih bisa menemukannya. Dia bukanlah seperti orang lain yang akan menggunakan fasilitas orang tuanya dengan mudah. Dia hanya menggunakan nama orang tuanya sebagai pemilik yayasan untuk membela yang lemah. Tapi, apakah dengan kondisinya seperti ini dia masih harus terus jalan kaki seperti ini? apa orang tuanya terlalu otoriter sampai membiarkannya seperti ini.
Aku terus mengikutinya dari belakang. Beberapa kali aku melihat betapa mengagumkannya dirinya. Lebih dari itu, aku tak pernah menemukan alasan yang pasti kenapa hatiku terus bergetar melihatnya. Tapi aku tahu, itulah dia. Banyak memberikan alasan, tapi membuat orang menyayanginya tanpa alasan. Hanya untuk beberapa orang yang benar-benar menyadari itu.
Aku terus mengikutinya tanpa kusadari aku kehilangan jejaknya,”Hush, harusnya aku lebih cermat tadi,” beberapa lama aku kebingungan tanpa kusadari seseorang telah berdiri di belakangku.
“Are you spy?”
Aku menengok ke belakang dengan pelan berharap bukan orang yang kupikirkan.
“Oh, Lo? Ada masalah apa lo nguntitin gue, hah?”
Aku hanya tersenyum kaku mendengar pertanyaannya
“Nggak usah nyari-nyari alasan. Gue nggak peduli apa alasan lo. Tapi kalau boleh gue saranin, daripada lo nguntitin orang lain, lebih baik lo persiapin mental kalah dari gue dan perbaikin dance lo itu.”
Hanya itu dan tak ada pertanyaan lain. Apakah dia benar-benar sakit? Kukira tidak melihat sikapnya yang begitu keras. Dia berjalan menjauhiku setelah kalimat terakhirnya itu. Benar-benar membuatku gila. Aku berbalik mencoba mengejarnya saat kulihat dia sudah terkapar tak berdaya di pinggir jalan. Sesaat aku kehilangan kendali terhadap diriku. Aku berlari ke tempat Titan mencoba memastikan keadaannya. Tapi aku melihat keadaan yang tidak begitu baik. Matanya tertutup rapat. Kucoba berbicara dengannya. Tapi tak ada respon sama sekali darinya. Hidungnya mengeluarkan darah. Kucoba mengelap hidungnya terlebih dahulu sebelum menggendongnya ke rumah sakit yang masih belum terlalu jauh kami tinggalkan. Melihat hal ini lagi, tanpa sadar mataku mulai berair, tapi kuputuskan untuk tidak menangis lagi saat ini. dia benar-benar ada di dekapanku sekarang, aroma tubuhnya yang harum terus tercium olehku sepanjang jalan, rambutnya lembut dan harum. Sekarang aku sangat dekat dengan wanita ini. tapi apakah waktu ini akan berlalu sangat cepat? Tuhan, izinkan aku selalu di sampingnya walau hanya sesaat, aku ingin menjaganya, wanita ini, wanita yang kau takdirkan untukku.
***



0 komentar:

Posting Komentar

TRACK LIST

[soundcloud url="http://api.soundcloud.com/tracks/207988" iframe="true" /] [soundcloud params="auto_play=true&show_comments=false" url="http://api.soundcloud.com/tracks/207988" iframe="true" /] Embeds a track player which starts playing automatically and won’t show any comments. [soundcloud params="color=33e040&theme_color=80e4a0" url="http://api.soundcloud.com/tracks/207988" iframe="true" /]
 

DAILY NOTES Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting