Assalamu'alaikum minna ^.^,
mengawali postingan ini setelah sekian lama vakum, aku ingin membawa kalian
sedikit mengkhayal tentang, lagi-lagi cinta, sebuah cinta yang membawamu
kembali hidup seperti seharusnya. Maybe, this story isn't good enough, but.. Enjoy
Reading! ^.^
Jakarta, Jakarta, Jakarta.
Tidak pernah terpikir bahwa aku harus ada di sini hanya karena orang tuaku yang
bertugas di sini. Entah berapa tahun aku kekeh dengan keinginanku untuk tidak
pindah ke kota ini. Melihat bagaimana carut-marutnya kota ini dari dalam
televisi saja, tidak terpikir sama sekali untuk datang ke sini. Tapi akhirnya
mau tidak mau, demi ayahku satu-satunya. Kupikir tidak akan ada yang menarik
saat hidup di kota ini, bahkan saat bersekolah di sini, tak pernah terpikir
bahwa hidupku akan berubah.
***
Aku berjalan tanpa ragu di
tengah-tengah orang asing ini. sekumpulan orang metropolitan yang belum
kumengerti perangainya. Baru masuk di pintu gerbang sekolah, mobil-mobil mewah
sudah menyambutku dengan indah. Tak sedikit juga sepeda motor di sana. Melihat
aku hanya pejalan kaki, jadi merasa paling miskin. Mereka memang bukan
orang-orang biasa, tapi benar-benar luar biasa dengan kekayaan orang tua
mereka. Semua kesimpulan-kesimpulan yang ada di kepalaku terus beradu sampai
semuanya buyar.
“Heh, setoran mana?”
kudengar ada yang berteriak dari taman sekolah.
“Nggak ada Ka.”
“Apa lo bilang? Can you
repeat?”
“Ng-nggak ada Ka. Aku
benar-benar nggak punya uang lagi.”
“Temen-temen!”
“Oke! Sikat!"
Sebuah pemandangan
primitive benar-benar membuatku gila terhadap semua alasan aku harus berada di
sini. Seorang yang punya uang banyak kulihat, tapi dengan sadar dan tanpa malu
meminta pada orang biasa yang hanya punya uang untuk sekolah. Belum lagi ini
seperti sebuah perploncoan di zaman modern ini. tapi, ternyata masih ada orang
yang hidup tidak untuk dirinya sendiri. Dan ini adalah awal dari takdirku.
“Ti-Ti-Titan?” kata orang
primitive yang tadi sedang bersenang-senang dengan cara primitifnya. Dia
terlihat terkejut dengan gadis yang tiba-tiba datang dari belakang dan menarik
kerah bajunya.
“Belum nyadar juga lo?”
“Ma-Maaf, Tan. Gua janji
nggak bakalan ngelakuin hal ini lagi.”
“Bentar, ya,” katanya
sambil memain-mainkan jarinya,”Gua itung-itung, lo udah janji sama gua lebih
dari nggak teritung. Hal yang buruk saat gua benar-benar nggak bisa ngitungnya
lagi.”
“Please, Tan. Maafin gue,
ya! Gue janji nggak bakalan gangguin siswa atau siswi di sini lagi, deh. Orang
tua kita kan temenan, Tan. Anggap aja demi ngehargain pertemanan mereka.
Please,”
“Gue piker, lo udah tau
konsekuensinya saat janji kita yang terakhir dibuat. Gue minta maaf juga, Rin.
Tapi, gue benar-benar nggak bisa ngitung kesalahan lo lagi. Dan seperti janji
itu, saat itu lo harus keluar. Gue akan bilang sama kepala sekolah supaya lo
dikeluarin dengan cara terhormat,”
“Tan! Titan! Please, jangan
keluarin gue!”
Gadis primitive itu
terlihat kesal saat gadis itu, titan maksudnya, pergi meninggalkannya dengan
sangat tak terhormat. Cukup terhormat menurutku dibanding apa yang
dilakukkannya tadi. Wanita yang menarik. Seseorang yang pantas dipanggil
wanita.
***
Kelas dimulai. Benar-benar
takdir indah yang kudapatkan di kota ini. Wanita itu sekelas denganku. Duduk
dengan tenang di kursi belakang dengan memakai headphone di kepalanya. Apa
tidak ada yang menegurnya?
“Vino, kamu duduk di
samping Titan, ya, di belakang. Hanya itu satu-satunya kursi kosong.” Lagi-lagi
takdir yang indah kudengar, kulihat, dan kurasakan.
Aku memulai pembicaraan
dengannya dengan sangat berani. Sangat berani dan sok akrab sampai aku menerima
semua kejutekannya dengan senang hati. Itulah aku. Tidak ada kata berhenti
untuk wanita satu ini. bukan lagi seorang cewek atau gadis, tapi bagiku dia seorang
wanita, wanita yang paling sempurna sekarang.
“Oke, everybody. Are you
ready for surprise today?”
“Ready!”
“It’s time for
dance!””Let’s go to studio!”
Dance? Yes, this school is
really interesting. Kalau gini terus tiap hari, tak ada kata bosan, terutama
ada wanita itu.
Hanya hal ini yang
kupikirkan saat aku berada di depan mereka, orang yang masih cukup asing
buatku. Dance ubur-ubur. Tertawalah! Sedikit mengusir kekakuan di antara
orang-orang ini. cukup bagus kan? Tapi satu orang itu benar-benar membuatku
frustasi. Aku yang selucu ini tidak juga bisa membuatnya luluh. Tapi, ternyata
orang yang tidak bisa kubuat tertawa bisa membuatku merasa bingung. Kukira dia
akan memberikan sesuatu yang keren seperti penampilannya.
“Kau sangat lucu.” Kataku
kepada Titan.
“Lo aneh.”
“Apa? Akhirnya kamu ngomong
juga. Walaupun kata-katanya agak sedikit tidak enak. Tapi, kupikir sebutan aneh
tidak terlalu buruk,” kataku sedikit menertawai diriku
sendiri,”Ngomong-ngomong, kok kamu Cuma diem tadi di depan? Kan ini pelajaran
dance modern, ya?” jutek tetap aja jutek. Lagi-lagi dia hanya diam. Kali ini
dia benar-benar tidak mendengarkanku. Headphone sudah menutup rapi telinganya.
Tapi, sekali lagi, tak ada kata menyerah.
“Terus, kenapa kamu tadi
tutup mata?” lama menunggu jawaban, kesabaranku mulai habis,”Hei, kamu kenapa
sih? Diajak ngomong dari tadi nggak dijawab. Tolonglah, bantu dikit napa?”
kataku sambil berdiri.
“Vino! Do you have a
problem?”
“No, just a little problem
with this.” Kataku sambil menunjuk pada wanita itu.
“Oh, oke. Sit up please.”
***
Beberapa bulan aku tidak
berusaha mengganggunya. Bukannya menyerah, hanya menyusun strategi. Wanita
seperti itu tidak akan suka terus dikejar. Pelan tapi pasti, semua akan
berjalan sesuai apa yang kuinginkan. Tapi rasa penasaranku terus menggebu. Dia
yang begitu tak bisa ditebak, keindahannya yang masih samar dalam diamnya,
semua pertanyaan itu terus-menerus berputar-putar di kepalaku seiring
perasaanku yang bertambah karena kebaikannya yang tak berbentuk yang mungkin
hanya bisa dilihat oleh beberapa orang. Hanya alasan yang kubuat dalam beribu
ketidaktahuan tentang hatiku saat ini.
Salah satu yang tidak
kumengerti adalah sangat seringnya aku melihatnya menemui ayahku. Tak ada yang
memberiku jawaban. Sesuatu yang tak mungkin aku menanyakannya pada Titan, tapi
ayahku juga tidak terpikir sama sekali untuk memberitahuku walau dia tahu aku
temannya, suatu saat.
***
0 komentar:
Posting Komentar