A. Sinopsis Cerita Rakyat ‘Awang Garang
Panglima Laut Bermata Satu’
Beberapa abad
lalu, nampak para lanun berkeliaran di peraliran Riau merampas harta dan
menculik anak gadis. Penduduk pun resah. Para datuk dan batin berusaha
menghalau dengan dibantu seorang pemuda miskin bernama Awang Garang.
Kegiatannya sehari-hari menangkap ikan di karang pantai. Cita-citanya yang ingin
menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak walau tanpa bayaran asalkan
bisa berlayar.
Sifatnya yang
rajin membuat para datuk dan batin menyayanginya dan mempercayainya menjadi
pembantu tukang kapal.
Suatu hari,
Sultan Riau memerintahkan untuk membuat penjajap kepada tujuh datuk dan batin.
Termasuk juga Awang Garang. Tempat pembuatan disepakati di pulau antara Rempang
dan Bintan.
Tiga bulan
pembuatan kapal itu berlangsung, namun tidak memperlihatkan keberhasilan. Di
tengah rasa cemas, Awang Garang angkat bicara. Dia berkata bahwa
sepengetahuannya, untuk membuat kapal perang harus memakai tiga jenis kayu
untuk satu kapal.
Ternyata dengan
mengikuti usul Awang Garang, setelah tiga bulan pengerjaan kapal hampir
selesai. Sultan pun senang mendengarnya dan melipatgandakan bayaran.
Pada suatu
hari, ketika Awang Garang sedang mengawasi tukang yang sedang memotong kayu,
tiba-tiba tatal kayu terlempar mengenai matanya. Dia kesakitan dan bersumpah
kalau kapal itu tidak akan bisa diturunkan ke laut. Mata kanannya pun buta. Dia
pergi meninggalkan pekerjaanya dan pulang ke desanya.
Dua bulan
setelah Awang Garang pergi, penjajap itu pun selesai. Saat akan diturunkan ke
laut, penjajap itu tidak bergesar sedikit pun dari tempatnya.
Di tengah
kebingungan dan ketakutan Sultan akan marah, salah seorang batin menyarankan
untuk membawa Awang Garang ke pulau itu karena dia yang telah menyumpahi kapal
itu.
Salah seorang
datuk pun mencari Awang Garang dan berhasil menemukannya. Awang Garang pun
setuju pergi ke sana dengan tiga syarat. Setelah datuk itu setuju, dia
mengajukan syarat itu. Pertama, tiga puluh tujuh pemuda beserta perkakasnya.
Kedua, semua datuk dan batin harus datang menyaksikan dengan mata tertutup.
Ketiga, wanita yang sedang mengandung sulung, berpakaian 7 warna dan harus anak
atau kerabat datuka dan batin sendiri.
Syarat pun
dipenuhi. Saat purnama dan air laut pasang, acara penurunan kapal itu
dilakasanakan. Awang Garang memberi perintah kepada tiga puluh tujuh pemuda
tadi dengan berbisik.
Menjelang
malam, terdengar bunyi peralatan berlepuk-lepuk diiringi jeritan minta tolong.
Datuk dan batin pun gelisah. Lalu,
Secara bersamaan terdengar suara perahu bergeser dan suara tangisan bayi.
Setelah itu, terdengar suara kapal tercebur. Datuk dan batin pun membuka tutup
matanya. Ternyata pakai galang. Datuk dan batin pun bergantian berkata pakai
galang. Kata itulah yang konon menjadi asal mula nama Pulau Galang.
Wanita-wanita tadi pun ternyata hanya dibaringkan di bawah lubang yang digali
di bawah kapal dan mereka selamat.
Konon, delapan belas
tahun kemudian, ketujuh bayi itu menjadi panglima penumpas lanun di peraliran Riau.
Mereka diberi gelar sesuai dengan warna pakaian yang dikenakan ibu mereka
disaat mereka melahirkan. Ketujuh panglima itu menjadi satu kekuatan dikapal
perang pimpinan Awang Garang yang bergelar “Panglima Hitam Elang di Laut
Bermata Satu.
B. Unsur-Unsur
dalam Cerita Rakyat ‘Awang Garang Panglima Laut Bermata Satu’
I.
Tema
cerita
Tema dalam
cerita ini adalah cita-cita yang kuat disertai dengan melakukan hal-hal baik
akan membawa ke arah kejayaan. Bagian cerita yang mendukung tema tersebut
adalah :
1. Paragraf 2 :
Awang Garang adalah seorang pemuda miskin. Kegiatan
sehari–harinya menangkap ikan di karang pantai. Cita –citanya yang ingin
menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski pun tidak dibayar, agar
dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan disekitar kepulauan segantang
lada itu.
2.
Paragraf 3 :
Sifatnya yang rajin, membuat para datuk dan batin sayang
kepada Awang Garang. Dia bahkan dipercaya menjadi pembantu tukang kapal. . . .
3.
Paragraf 5 :
Ditengah rasa cemas itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,”
Pembuatan kapal perang itu harus memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.”
Suara Awang Garang mengejutkan semua datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah
asal bicara, coba buktikan kata –katamu itu. Apabila kata-katamu itu tak
terbukti, maka hukum berat yang akan kau terima, “ kata salah satu batin
menanggapi alasan penjelasan Awang Garang. “ Baiklah, Datuk. Akan aku buktikan
bahwa perkataan itu benar, “ kata Awang Garang tanpa ragu-ragu.
4.
Paragraf 14 :
Ketujuh panglima itu menjadi satu kekuatan dikapal perang
pimpinan Awang Garang yang bergelar “Panglima Hitam Elang di Laut Bermata Satu”.
II.
Alur
cerita
Alur yang
digunakan dalam cerita rakyat ‘Awang Garang Panglima Laut Bermata Satu’ adalah
alur maju dengan tahapan sebagai berikut.
1.
Pembuka
cerita : Paragraf 1 sampai paragraf 3
Beberapa abad yang lampau, nampak lanun yang berkeliaran
diperaliran Riau. Mereka merampas semua perahu dagang yang sedang melintas.
Masyarakat pantai sangat resah, karena selain merampas, penduduk, mereka pun
menculik anak–anak gadis. . . .
Awang Garang adalah
seorang pemuda miskin. . . .
Sifatnya yang rajin, membuat para datuk dan batin sayang
kepada Awang Garang. Dia bahkan dipercaya menjadi pembantu tukang kapal. . . .
. Tempat pembuatannya di sepakati bersama disebuah pulau antara Bulang Rempang
dan Bintan.
2.
Pemunculan
masalah : Paragraf 4 sampai paragraf 6
Sudah tiga bulan pembuatan kapal itu berlangsung, namun
tidak ada tanda-tanda kapal itu terbentuk. . . .
Ditengah rasa cemas itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan
kapal perang itu harus memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal,” suara Awang.
. . .
Maka, disiapkannya bahan–bahan yang diperlukan untuk membuat
kapal perang itu. papan kapal itu disiapkannya dari medang sirai. . . .
3.
Perumitan
masalah : Paragraf 7 sampai paragraf 10
Suatu hari, pada saat Awang Garang sedang megawasi tukang
yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal kayu terlempar dan mengenai mata
kanannya. “ Iya, Allah, pecah mataku, “ jerit Awang Garang menahan sakit. “ Dasar
kapal sial, aku sumpah kapal ini tak bisa diturunkan ke laut! “ kata Awang
Garang diiringi rintihan. . . .
.... Telah berhari-hari para datuk dan batin mencoba
menurunkannya ke laut, namun kapal itu tetap diam ditempatnya. Jangankan
menurunnya ke laut, mengeser sedikit pun tidak bisa mereka lakukan. Sedang
sultan telah bertitah bahwa kapal itu harus segera melaut untuk menghalau lanun
yang semakin meraja lela di kepulauan riau.
Ditengah kebingungan karena kapal tak bisa diturunkan ke laut,
salah seoarang datuk mencari Awang Garang dan memintanya datang ke pulau itu. .
.
Maka Awang Garang pun mengajukan tiga syarat . . .
4.
Masalah
memuncak : Paragraf 11 sampai paragraf 12
Setelah persyaratan dilengkapi, maka pada saat purnama,
ketika air laut pasang, semua hadirin sudah datang, dan ditutup kedua matanya
dengan kain. . . .
Lantang, “ Semua pergi kelambung
kapal.......Siaaap!dorooong!” pekik awang garang. “
Rrr.........Rrr.........,”suara lunas perahu bergeser. “Kwaaak.....! Kwaaak
..........! Kwaaak!” terdengar suara jerit bayi. “ Byuuur.........,” terdengar
suara kapal terjebul kelaut. . . .
5. Penyelesaian : Paragraf 13 sampai
paragraf 14
Sedangkan ketujuh wanita yang sedang mengandung sulung
selamat semua. Mereka tidak digilas perahu seperti perkiraan para datuk dan
batin, melainkan hanya dibaringkan di dalam lubang yang digali dibawah kapal. .
. .
Ketujuh panglima itu menjadi satu kekuatan dikapal perang
pimpinan Awang Garang yang bergelar panglima hitam elang dilaut bermata satu. .
.
III.
Tokoh
dan penokohan
1.
Tokoh Utama :
·
Awang Garang : Rajin, hebat, kreatif, pandai,
mudah marah, pemberani, percaya diri, pantang menyerah dan dapat dipercaya.
Bagian cerita yang mendukung antara lain sebagai berikut.
a.
Tidak mudah putus asa atau pantang
menyerah
Bagian
cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 2 :
Awang Garang adalah
seorang pemuda miskin. Kegiatan sehari–harinya menangkap ikan dikarang pantai.
Cita –citanya yang ingin menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski
pun tidak dibayar, agar dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan
disekitar kepulauan segantang lada itu.
b.
Rajin dan dapat dipercaya
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 3 :
Sifatnya yang rajin, membuat para datuk
dan batin sayang kepada Awang Garang. Dia bahkan dipercaya menjadi pembantu
tukang kapal. . .
c.
Pandai,
pemberani, dan percaya diri
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 5 :
Ditengah rasa cemas itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan
kapal perang itu harus memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang
Garang mengejutkan semua datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah asal bicara,
coba buktikan kata–katamu itu. Apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum
berat yang akan kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan
penjelasan Awang Garang. “ Baiklah, Datuk. Akan aku buktikan bahwa perkataan
itu benar, “ kata Awang Garang tanpa ragu-ragu.
d.
Mudah marah
Bagian cerita
yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf
7:
Suatu hari, pada saat
Awang Garang sedang megawasi tukang yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal
kayu terlempar dan mengenai mata kanannya. “Iya, Allah, pecah mataku, “ jerit
Awang Garang menahan sakit. “ Dasar kapal sial, aku sumpah kapal ini tak bisa
diturunkan kelaut! “ kata Awang Garang diiringi rintihan. . . .
e.
Kreatif
Bagian cerita
yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf
10 :
Maka Awang Garang pun
mengajukan tiga syarat, “ Pertama, berikan tiga puluh tujuh pemuda pembantu,
lengkap dengan perkakasnya. Kedua, semua datuk dan batin harus menyaksikan
penurunan kapal itu dengan mata tertutup. Dan ketiga, siapkan wanita yang
sedang mengandung sulung, dan berpakaian tujuh warna. Tujuh wanita itu harus
anak atau keluarga dari datuk atau batin itu sendiri. “ . . . .
f.
Pemberani dan hebat
Bagian cerita
yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf
14 :
Ketujuh panglima itu menjadi satu kekuatan dikapal perang
pimpinan Awang Garang yang bergelar “Panglima Hitam Elang di Laut Bermata Satu”.
. . .
2.
Tokoh
Pembantu :
·
Lanun
: Ganas dan jahat
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 1 :
Beberapa abad yang lampau, nampak lanun yang berkeliaran
diperaliran Riau. Mereka merampas semua perahu dagang yang sedang melintas.
Masyarakat pantai sangat resah, karena selain merampas, penduduk, mereka pun
menculik anak–anak gadis. . . .
· Tujuh
datuk dan batin : Perhatian, taat kepada Sultan, suka jengkel, iri
hati, penakut, suka mengancam dan tidak menghargai pendapat orang lain.
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah :
1. Perhatian pada paragraf 1 :
…. Karena itulah para datuk dan batin berusaha manghalau
lanun–lanun tersebut dengan berbagai cara. . . .
2.
Taat
kepada Sultan, suka jengkel, iri hati, penakut, suka mengancam dan tidak
menghargai pendapat orang lain pada paragraf 4-5 :
Sudah tiga bulan pembuatan kapal itu berlangsung, namun tidak
ada tanda–tanda kapal itu terbentuk. Bahan kayu sudah beberapa kali diganti,
dari kayu medang tanduk berganti kayu medang tembaga, namun tetap juga tidak
menampakkan hasil, para datuk dan batin khawatir sultan menjadi murka mendengar
kegagalan tersebut.
…. ” Wahai Awang! Janganlah asal bicara, coba buktikan kata
–katamu itu. Apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum berat yang akan
kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan penjelasan Awang Garang. .
. .
· Sultan : Percaya
kepada datuk dan batinnya, ditaati, ditakuti, perhatian terhadap rakyat, tegas, baik hati, cepat tanggap.
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada
1.
Percaya kepada datuk dan batinnya,
perhatian terhadap rakyat, tegas, cepat tanggap pada paragraf 3 :
…. Suatu hari Sultan Riau
memerintahkan para datuk dan batin untuk membuat penjajap. Awang Garang pun
ikut dalam pembuatan penjajab itu. Pembangunan kapal perang itu dipercayakan
sultan kepada tujuh datuk dan batin di Temian, Moro Sulit, Sugi, Bulang,
Pekaka, Sekanan, dan Mepar. Tempat pembuatannya di sepakati bersama disebuah
pulau antara Bulang Rempang dan Bintan.
2.
Baik hati
pada paragraf 6 :
….Sultan yang menerima kabar itu, sangat senang dan melipat
gandakan pembayarannya, sehingga tukang–tukang semakin giat bekerja.
3.
Ditaati dan ditakuti pada paragraf 8 :
…. Bahan kayu sudah
beberapa kali diganti, dari kayu medang tanduk berganti kayu medang tembaga,
namun tetap juga tidak menampakkan hasil, para datuk dan batin khawatir Sultan
menjadi murka mendengar kegagalan tersebut.
·
Tujuh wanita hamil
: Penakut
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 11 :
….Tiba-tiba menjelang malam bunyi peralatan berlepuk–lepuk
dan diiringi jerit dan raung dan tujuh wanita yang sedang mengandung sulung, “
Tolooong..........! jangan lindas perut kami perut kami! Tolooong!” tangis para
wanita itu. Suara tangis mereka membuat semua yang hadir menjadi cemas, ngeri,
dan gelisah.
·
Tiga puluh tujuh pemuda : Penurut, rajin dan kuat
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 11-12 :
…. Awang garang memerintahkan kepada tiga puluh tujuh pemuda
dengan cara berbisik, sehingga tidak seorang pun tahu apa yang dibisikkannya. .
. .
Lantang, “ Semua pergi kelambung
kapal.......Siaaap!dorooong!” pekik Awang Garang. “
Rrr.........Rrr.........,”suara lunas perahu bergeser. . . .
·
Tujuh panglima, yaitu Panglima Awang
Merah, Panglima Awang Jingga, Panglima Awang Kuning, Panglima Awang Ungu,
Panglima Awang Hijau, Panglima Awang Biru, dan Panglima Awang Nila : Pemberani
Bagian cerita yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf 13 :
Konon, delapan belas
tahun kemudian, ketujuh bayi itu menjadi panglima penumpas lanun di peraliran Riau.
. . .
3.
Tokoh
figuran :
·
Datuk dan batin lain : Perhatian
Bagian cerita
yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf
1 :
…. Karena itulah para datuk dan batin berusaha manghalau
lanun–lanun tersebut dengan berbagai cara. . . .
·
Penduduk : Lemah
Bagian cerita
yang mendukung watak tersebut adalah pada paragraf
1 :
Beberapa abad yang
lampau, nampak lanun yang berkeliaran diperaliran Riau. Mereka merampas semua
perahu dagang yang sedang melintas. Masyarakat pantai sangat resah, karena
selain merampas, penduduk, mereka pun menculik anak–anak gadis. . . .
IV.
Sudut
pandang
Sudut pandang
yang digunakan dalam cerita rakyat adalah orang ke-3 pelaku utama. Bagian
cerita yang mendukung sudut pandang tersebut antara lain :
1. Paragraf 2 :
Awang Garang adalah
seorang pemuda miskin. Kegiatan sehari–harinya menangkap ikan dikarang pantai.
Cita –citanya yang ingin menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski
pun tidak dibayar, agar dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan
disekitar kepulauan segantang lada itu.
2. Paragraf 7 :
Suatu hari, pada saat Awang Garang
sedang megawasi tukang yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal kayu
terlempar dan mengenai mata kanannya. . .
V.
Latar
1.
Latar Tempat
·
Peraliran Riau
Bagian
cerita yang mendukung latar tempat tersebut adalah pada paragraf 1
Beberapa abad
yang lampau, nampak lanun yang berkeliaran di peraliran Riau. Mereka merampas
semua perahu dagang yang sedang melintas.
·
Kepulauan Riau
Bagian cerita yang mendukung latar tempat tersebut adalah
pada paragraf 8
.
Sedang Sultan telah
bertitah bahwa kapal itu harus segera melaut untuk menghalau lanun yang semakin
meraja lela di Kepulauan Riau.
·
Pantai dan laut
Bagian
cerita yang mendukung latar tempat tersebut adalah pada paragraf 2
Awang Garang adalah
seorang pemuda miskin. Kegiatan sehari–harinya menangkap ikan di karang pantai.
Cita –citanya yang ingin menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski
pun tidak dibayar, agar dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan
disekitar kepulauan segantang lada itu.
·
Pulau antara Bulang Rempang dan
Bintan, yang sekarang disebut Pulau Galang.
Bagian
cerita yang mendukung latar tempat tersebut adalah pada
1.
Paragraf 3 :
…. Tempat pembuatannya di sepakati bersama
disebuah pulau antara Bulang Rempang dan Bintan.
2.
Paragraf 12 :
…. Konon, kata ‘ pakai galang ‘ dipercaya sebagai asal nama Pulau
Galang.
2. Latar
Waktu
·
Beberapa abad lalu
Bagian cerita yang mendukung waktu tersebut adalah pada paragraf 1
Beberapa abad yang lampau, nampak lanun yang berkeliaran di peraliran
Riau. Mereka merampas semua perahu dagang yang sedang melintas. . . . .
·
Suatu
hari
Bagian cerita
yang mendukung waktu tersebut adalah pada
1. Paragraf 3 :
…. Suatu hari Sultan Riau memerintahkan para datuk dan batin
untuk membuat penjajab. Awang Garang pun ikut dalam pembuatan penjajab itu. . .
.
2. Paragraf 7 :
Suatu hari, pada saat Awang Garang sedang megawasi tukang
yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal kayu terlempar dan mengenai mata
kanannya. . . .
·
Dua
bulan
Bagian cerita yang mendukung waktu tersebut adalah pada paragraf 8
Dua bulan setelah ditinggalkan Awang Garang, maka menjadilah
pejajab yang telah lama yang dikerjakan. Akhirnya tiba saatnya kapal itu turun
ke laut. . . .
·
Saat purnama, ketika air laut pasang
Bagian cerita yang mendukung waktu
tersebut adalah pada paragraf 11 :
Setelah persyaratan dilengkapi, maka pada saat purnama,
ketika air laut pasang, semua hadirin sudah datang, dan ditutup kedua matanya
dengan kain. . . .
·
Menjelang malam
Bagian
cerita yang mendukung waktu tersebut adalah pada paragraf 11 :
Menjelang malam, terdengar bunyi
peralatan berlepuk-lepuk diiringi jeritan minta tolong. Datuk dan batin pun
gelisah. . . .
·
Delapan belas tahun kemudian
Bagian cerita
yang mendukung waktu tersebut adalah pada paragraf
13 :
…. Konon, delapan
belas tahun kemudian, ketujuh bayi itu menjadi panglima penumpas lanun di peraliran
Riau. Mereka diberi gelar sesuai dengan warna pakaian yang dikenakan ibu mereka
disaat mereka melahirkan, yaitu Panglima Awang Merah, Panglima Awang Jingga,
Panglima Awang Kuning, Panglima Awang Ungu, Panglima Awang Hijau, Panglima
Awang Biru, dan Panglima Awang Nila.
3. Latar Suasana
·
Resah
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 1
Beberapa abad yang lampau, nampak lanun yang berkeliaran di peraliran
Riau. Mereka merampas semua perahu dagang yang sedang melintas. Masyarakat
pantai sangat resah, karena selain merampas, penduduk, mereka pun menculik
anak–anak gadis. . . .
·
Cemas
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 5
Ditengah rasa cemas
itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan kapal perang itu harus
memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang Garang mengejutkan semua
datuk dan batin.” . . .
·
Marah
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 7
Suatu hari, pada saat
Awang Garang sedang megawasi tukang yang sedang memotong kayu, tiba-tiba tatal
kayu terlempar dan mengenai mata kanannya. “Iya, Allah, pecah mataku, “ jerit
Awang Garang menahan sakit. “ Dasar kapal sial, aku sumpah kapal ini tak bisa
diturunkan kelaut! “ kata Awang Garang diiringi rintihan. . . .
·
Kebingungan
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 9 :
Ditengah kebingungan karena kapal tak bisa diturunkan ke laut,
salah seoarang datuk mencari Awang Garang dan memintanya datang ke pulau itu. .
. .
·
Ngeri, mencekam, dan penuh
kegelisahan
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 11-12
…. Tiba-tiba
menjelang malam bunyi peralatan berlepuk–lepuk dan diiringi jerit dan raung dan
tujuh wanita yang sedang mengandung sulung, “ Tolooong..........! jangan lindas
perut kami perut kami! Tolooong!” tangis para wanita itu. Suara tangis mereka
membuat semua yang hadir menjadi cemas, ngeri, dan gelisah.
Lantang, “ Semua pergi kelambung kapal.......Siaaap!dorooong!”
pekik Awang Garang. “ Rrr.........Rrr.........,”suara lunas perahu bergeser.
“Kwaaak.....! Kwaaak ..........! Kwaaak!” terdengar suara jerit bayi. “
Byuuur.........,” terdengar suara kapal terjebur kelaut. . . .
· Lega
Bagian
cerita yang mendukung suasana tersebut adalah pada paragraf 12-13
….
“ Oh, rupanya memakai pohon yang dikupas kulitnya. Pakai galang kayu licin.
Rupanya harus pakai galang, “ kata para datuk bergantian. Konon, kata ‘ pakai
galang ‘ dipercaya sebagai asal nama pulau galang.
Sedangkan
ketujuh wanita yang sedang mengandung sulung selamat semua. Mereka tidak
digilas perahu seperti perkiraan para datuk dan batin, melainkan hanya
dibaringka didalam lubang yang digali dibawah kapal. Wanita-wanita itu melahirkan
tujuh bayi dibawah lunas kapal perang. . .
VI. Gaya bahasa
Gaya
bahasa yang digunakan masih mengandung gaya bahasa Melayu yang kurang bisa
dimengerti. Ada beberapa kata yang susah dimengerti. Bagian cerita yang
mendukung antara lain sebagai berikut.
1.
Paragraf
1 :
Beberapa abad yang
lampau, nampak lanun yang berkeliaran di peraliran Riau. Mereka merampas semua
perahu dagang yang sedang melintas. Masyarakat pantai sangat resah, karena
selain merampas, penduduk, mereka pun menculik anak–anak gadis. Karena itulah
para datuk dan batin berusaha manghalau lanun–lanun tersebut dengan berbagai
cara. Mereka dibantu seorang pemuda yang bernama Awang Garang.
2.
Paragraf 3 :
….
Suatu hari Sultan Riau memerintahkan para datuk dan batin untuk membuat
penjajab. .
VII. Amanat
Amanat yang
terdapat dalam cerita rakyat ini antara lain :
1. Jangan mudah putus asa, karena
didunia ini tidak ada yang tidak mungkin, asalkan ada kemauan dan usaha juga
jangan lupa untuk berdoa dan ditutup dengan bertawakal.
2. Hati-hati saat berbicara, karena
mulutmu harimaumu.
3. Jangan pernah meremehkan orang lain
dan berburuk sangka terhadap orang lain karena belum tentu dia salah.
Bagian cerita yang mendukung : Paragraf 5-6
Ditengah rasa cemas
itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan kapal perang itu harus
memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang Garang mengejutkan semua
datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah asal bicara, coba buktikan kata
–katamu itu.apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum berat yang akan
kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan penjelasan Awang Garang.
“ Baiklah, Datuk. Akan aku buktikan bahwa perkataan itu benar, “ kata Awang
Garang tanpa ragu-ragu.
…. Setelah tiga
bulan, maka bangunan kapal itu tampak mendekati selesai. Sultan yang menerima
kabar itu, sangat senang dan melipat gandakan pembayarannya, sehingga
tukang–tukang semakin giat bekerja.
C. Nilai-Nilai
dalam Cerita Rakyat ‘Awang Garang Panglima Laut Bermata Satu’
1.
Nilai
Moral
· Kita sebagai makhluk yang berbudaya dan beragama
harus memberantas segala bentuk kejahatan.
· Sebagai seorang penguasa, jika perintah sudah
dijalankan dengan baik oleh bawahan, maka wajib membalas dengan imbalan yang
sesuai.
· Sebagai bawahan, kita patut mentaati perintah atasan
kita jika perintah itu untuk kebaikan dan takut jika tidak mengerjakannya.
· Kita tidak boleh sembarangan bersumpah terhadap
sesuatu.
· Selalu menghargai pendapat orang lain dan jangan
meremehkan orang lain..
· Jangan berburuk sangka terhadap orang lain.
· Seorang penguasa harus cepat tanggap.
Salah satu bagian cerita yang mendukung : Paragraf 1
Beberapa abad yang
lampau, nampak lanun yang berkeliaran di peraliran Riau. Mereka merampas semua
perahu dagang yang sedang melintas. Masyarakat pantai sangat resah, karena
selain merampas, penduduk, mereka pun menculik anak–anak gadis. Karena itulah
para datuk dan batin berusaha manghalau lanun–lanun tersebut dengan berbagai
cara. Mereka dibantu seorang pemuda yang bernama Awang Garang.
2. Nilai Pendidikan
·
Menggapai cita-cita harus dengan kerja keras,
kejujuran, dan jangan putus asa.
·
Walaupun hidup seadanya, harus tetap mempunyai
cita-cita dan berusaha.
·
Kerjasama membuat pekerjaan lebih mudah.
· Pendapat orang lain berharga karena mungkin bisa
membuat pekerjaan yang kita lakukan menjadi lebih baik.
·
Lakukan sesuatu yang kita sukai dan baik untuk kita.
Salah satu bagian cerita yang mendukung : Paragraf
5-6
Ditengah rasa cemas
itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan kapal perang itu harus
memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang Garang mengejutkan semua
datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah asal bicara, coba buktikan kata
–katamu itu.apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum berat yang akan
kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan penjelasan Awang Garang.
“ Baiklah, Datuk. Akan aku buktikan bahwa perkataan itu benar, “ kata Awang
Garang tanpa ragu-ragu.
Maka, disiapkannya
bahan–bahan yang diperlukan untuk membuat kapal perang itu. papan kapal itu
disiapkannya dari medang sirai. Kerangka dalam perahu yang terbentuk seperti
gading, dibuatnya dari kayu penaga. Sedangkan lunas kapal itu dibuatnya kayu
keledang. Setelah tiga bulan, maka bangunan kapal itu tampak mendekati selesai.
Sultan yang menerima kabar itu, sangat senang dan melipat gandakan
pembayarannya, sehingga tukang–tukang semakin giat bekerja.
3.
Nilai
Religius
·
Bersyukur terhadap apa yang telah
diberi Tuhan dengan cara tidak pernah berputus asa dalam hidup seperti Awang
Garang.
Salah satu
bagian cerita yang mendukung : Paragraf 2
Awang Garang adalah seorang
pemuda miskin. Kegiatan sehari–harinya menangkap ikan di karang pantai. Cita
–citanya yang ingin menguasai laut, membuatnya menjadi tukang masak, meski pun
tidak dibayar, agar dapat ikut berlayar mengarungi laut dan lautan disekitar
kepulauan segantang lada itu.
4.
Nilai
Sosial
· Bergotong royong untuk membuat
sesuatu yang menyangkut orang banyak.
· Mentaati perintah dari penguasa
dan menjalankannya dengan menggunakan seluruh kemampuan.
· Seorang penguasa harus
memperhatikan nasib rakyatnya yang sedang kesusahan.
Salah satu bagian cerita yang mendukung : Paragraf
8
Dua bulan setelah ditinggalkan Awang Garang, maka menjadilah
penjajap yang telah lama yang dikerjakan. Akhirnya tiba saatnya kapal itu turun
ke laut. Telah berhari-hari para datuk dan batin mencoba menurunkannya kelaut,
namun kapal itu tetap diam ditempatnya. Jangankan menurunnya kelaut, mengeser
sedikit pun tidak bisa mereka lakukan. Sedang Sultan telah bertitah bahwa kapal
itu harus segera melaut untuk menghalau lanun yang semakin meraja lela di Kepulauan
Riau.
5.
Nilai
Budaya
·
Membuat kapal perang (pejajap)
harus memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.
·
Mengajukan syarat yang
sesungguhnya memiliki maksud dan arti tersendiri saat diminta melakukan
sesuatu.
·
Waktu menjadi hal pokok saat ingin
mengadakan upacara tertentu.
Salah satu bagian cerita yang mendukung : Paragraf
5
Ditengah rasa cemas
itu, tiba–tiba Awang Garang berbicara,” Pembuatan kapal perang itu harus
memakai tiga jenis kayu untuk satu kapal.” Suara Awang Garang mengejutkan semua
datuk dan batin.” Wahai Awang! Janganlah asal bicara, coba buktikan kata
–katamu itu.apabila kata-katamu itu tak terbukti, maka hukum berat yang akan
kau terima, “ kata salah satu batin menanggapi alasan penjelasan Awang Garang.
“ Baiklah, Datuk. Akan aku buktikan bahwa perkataan itu benar, “ kata Awang
Garang tanpa ragu-ragu.
6.
Nilai
Politik
Sebuah kerajaan dipimpin oleh seorang Sultan/Raja yang memiliki kekuasaan
tertinggi di wilayah kerajaan itu dan dibantu oleh para pengikutnya yang setia.
Salah satu
bagian cerita yang mendukung : Paragraf 3
… Suatu hari Sultan Riau
memerintahkan para datuk dan batin untuk membuat penjajap. Awang Garang pun
ikut dalam pembuatan penjajab itu. Pembangunan kapal perang itu dipercayakan
sultan kepada tujuh datuk dan batin di Temian, Moro Sulit, Sugi, Bulang,
Pekaka, Sekanan, dan Mepar. Tempat pembuatannya di sepakati bersama disebuah
pulau antara Bulang Rempang dan Bintan.
0 komentar:
Posting Komentar